SELAMAT DATANG DI OKE022 BLOG..!
SEMOGA ANDA MENIKMATI YANG SAYA SAJIKAN..!(EMANGNYA MAKANAN?!)

Ayo Chattingan


ShoutMix chat widget

Senin, 24 Januari 2011

Materi Olimpiade Astronomi 2010

MATERI OLIMPIADE ASTRONOMI NASIONAL 2010A. Teori
I. Hukum Kepler dan Gravitasi Nowton
1. Dapat menjelaskan tentang bentuk orbit dan gerak benda langit dalam orbit
2. Hubungan periode orbit dan jarak benda langit terhadap titik pusat massa.
3. Dapat menjelaskan tentang gerak benda langit melalui interaksi gaya tarik menarik Newton
4. Dapat menjelaskan tentang hukum kekekalan energi
5. Dapat menurunkan gaya pasang surut dan keterkaitannya dengan fase bulan (misalnya bulan purnama, bulan mati dsb)
6. Bisa mengaplikasikan hukum Neton pada gerak dan lintasan planet, asteroid, komet dan satelit buatan
7. Memahami masalah tiga benda terbatas dan fenomena keberadaan titik
8. Lagrange dan deskripsi permasalahannya


II. Konsep dasar segitiga bola dan Tata Koordinat Astronomi
1. Mengenal persaratan segitiga pada permukaan bola (segitiga bola)
2. Dapat membedakan persaratan segitiga bidang datar dan segitiga bola.
3. Mengenal konsep bola langit, lingkaran besar, lingkaran kecil
4. Mengenal sistem koordinat geografis dalam bola Bumi (lintang dan bujur sebuah tempat)
5. Dapat menjelaskan secara kualitatif sistem koordinat horizontal ( defenisi horizon, tinggi, azimuth, titik Utara, Timur, Selatan dan Barat , titik terbit dan terbenam dsb)
6. Dapat menjelaskan secara kualitatif sistem koordinat equatorial (defenisi ekuator langit, asensiorekta, deklinasi, titik kutub langit, titik Aries dsb)
7. Dapat menjelaskan secara kualitatif sistem koordinat ekliptika ( defenisi ekliptika, bujur dan lintang ekliptika, titik kutub ekliptika, titik Aries dsb


III. Sistem Waktu
1. Dapat memahami dan mengerti konsep waktu matahari (waktu surya)
2. Dapat memahami dan mengerti konsep waktu bintang (waktu sideris)
3. Dapat memahami dan mengerti konsep waktu standard (waktu lokal)
4. Damat memahami sistem kalender (kalendar Yinani dan Romawai Kuno, kalender, kalender Gregorian dan kalender Hijriah)


IV. Matahari dan Tatasurya
1. Dapat menjelaskan alasan matahari menjadi pusat gaya sentral anggota tata surya
3. Dapat menjelaskan Matahari sebagai sumber energi radiasi dalam tatasurya
3. Dapat menjelaskan secara kualitatif teori pembentukan tatasurya (Misalnya
4. teori Laplace dan Kant dsb
5. Mengenal fisik komponen anggota tatasurya (Planet, Komet, Asteroid,
6. Meteor, Materi antar Planet)
7. Memahami susunan dan pergerakan anggota tatasurya
8. Memahami sistem Bumi-Bulan (periode sinodis dan sideris Bulan, fase-fase
9. Bulan, proses gerhana Bulan dan Matahari)
10. Memahami fenomena alam bersifat astronomis (aurora, hujan meteor, dll)


V. Hukum Radiasi,
1. Memahami hukum-hukum Pancaran (Teori Benda Hitam, Fungsi Planck, Hukum Wien) dan mengenal besaran-besaran jumlah energi seperti intensitas
2. spesifik, fluks dan luminositas.
3. Menerapkan hukum-hukum pancaran pada bintang dan benda langit lainnya.
4. Dapat menjelaskan pengaruh jarak terhadap kuat cahaya


VI. Besaran Dasar dan mendasar dalam Astronomi dan Astrofisika
1. Memahami penentuan besaran fisis dan geometri (massa, temperatur, luminositas, radius, jarak) Matahari
2. Memahami konsep penentuan jarak dan radius bintang


VII. Fotometri Bintang
1. Memahami penentuan skala terang bintang (sistem magnitudo)
2. Hubungan magnitudo dan jarak bintang (Hukum Pogson)
3. Memahami penentuan indeks warna bintang dan hubungannya dengan temperatur permukaan bintang
4. Memahami hubungan antara luminositas dengan temperatur/indeks warna bintang (Diagram Hertzprung-Russel)
5. Memahami masalah magnitudo bolometrik dan koreksi bolometrik
6. Memahami konsep pemerahan bintang oleh materi antar bintang


VIII. Spektroskopi Bintang dan Gerak Bintang
1. Memahami konsep pembentukan spektrum
2. Memahami konsep pembentukan spektrum bintang
3. Memahami konsep pengklasifikasian spektrum dan luminositas bintang
4. Menentukan gerak bintang berdasarkan pergeseran garis spektrumnnya (efek Doppler)
5. Memahami konsep gerak diri (proper motion) dan hubungannya dengan gerak tangensial bintang
7. Diagram HR berdasarkan kelas spektrum dan luminositas


IX. Evolusi Bintang
1. Memahami atmosfer dan struktur dalamnya bintang
2. Mengenal teori pembangkit energi dalam bintang
3. Memahami dan mengerti proses evolusi awal bintang (kelahiran bintang)
4. Memahami dan mengerti proses evolusi di deret utama
5. Memahami dan mengerti proses evolusi setelah deret utama
6. Akhir riwayat sebuah bintang (katai putih, supernova, bintang neutron, lubang hitam)




X. Galaksi Bimasakti dan Ektragalaksi
1. Dapat menjelaskan kedudukan dan gerak matahari di dalam galaksi Bima Sakti.
2. Mengenal struktur galaksi (Piringan/Disk, Bulge, Halo, Lengan Spiral dsb)
3. Mengenal komponen galaksi (materi antar bintang, bintang muda, bintang tua, populasi bintang, dsb)
5. Memahami gerak rotasi dan penentuan massa galaksi
6. Dapat menjelaskan ragam galaksi (spiral, eliptikal dan iregular)




IX. Kosmologi
1. Pengenalan dan motivasi studi alam semesta secara keseluruhan dan evolusinya
2. Memahami penentuan harga parameter-parameter kosmologi via estimasijarak, estimasi konstituen alam semesta, estimasi umur alam semesta, dll.
3. Mengenal metode uji model kosmologi (seperti penentuan umur alam semesta yang tak bergantung model, dll), dan juga permasalahan dalam model kosmologi standar serta ide-ide penyelesaiannya (misal: skenario inflasi).
4. Memberikan gambaran besar tentang proses evolusi struktur skala besar.
5. Dapat menjelaskan asal mula terbentuknya jagad raya berdasarkan teori Big Bang.


B. Praktek
I. Pengamatan dengan Mata Bugil
a. Mengenal Rasi Bintang
b. Mengenal Bintang Terang
c. Mengenal Planet Tampak
d. Mengenal Ekliptika dan kutub Ekliptika
e. Mengenal Ekuator Galaksi Bimasakti,
f. Mengenal Ekuator Langit


II. Pengamatan Virtual (dalam hal cuaca tidak memungkinkan untuk pengamatan langsung)
a. Menganal Rasi Bintang
b. Mengenal Bintang Terang
c. Mengenal Planet Tampak
d. Mengenal Ekliptika dan kutub Ekliptika
e. Mengenal Ekuator Galaksi Bimasakti,
f. Mengenal Ekuator Langit


Pengamatan dengan Teleskop dan detektor Astronomi
a. Mengenal komponen-komponen teleskop dan detektornya
b. Menjalankan dan mengarahkan teleskop
c. Merekam dan mengolah data/citra
d. Mengenal cara menganalisis data






Medan, Januari 2010
Tim Pembina Olimpiade Astronomi
SMA Harapan 1 Medan
Ketua,


Sofyanto, S.Pd

sumber: http://pembelajaran-sofyanto.blogspot.com/2010/02/materi-olimpiade-astronomi.html

Jarak Bintang dengan Metode Paralaks Trigonometeri

Pada abad ke-19 dilakukan pengukuran jarak bintang dengan cara Paralaks Trigonometri. Untuk memahami cara ini, lihatlah gambar berikut ini.

Akibat pergerakan Bumi mengelilingi Matahari, bintang terlihat seolah-olah bergerak dalam lintasan elips yg disebut elips paralaktik. Sudut yg dibentuk antara Bumi-bintang-Matahari (p) disebut paralaks bintang. Makin jauh jarak bintang dengan Bumi maka makin kecil pula paralaksnya. Dengan mengetahui besar paralaks bintang tsb, kita dapat menentukan jarak bintang dari hubungan:

tan p = R/d

R adalah jarak Bumi – Matahari, dan d adalah jarak Matahari – bintang. Krn sudut theta sangat kecil persamaan di atas dpt ditulis menjadi

Ø= R/d

pada persamaan di atas p dlm radian. Sebagian besar sudut p yg diperoleh dari pengamatan dlm satuan detik busur (lambang detik busur = {”}) (1 derajat = 3600″, 1 radian = 206265″). Oleh krn itu bila p dalam detik busur, maka

p = 206265 (R/d)

Bila kita definisikan jarak dalam satuan astronomi (SA) (1 SA = 150 juta km), maka

p = 206265/d

Dalam astronomi, satuan jarak untuk bintang biasanya digunakan satuan parsec (pc) yg didefinisi sebagai jarak bintang yg paralaksnya satu detik busur. Dengan begini, kita dapatkan

1 pc = 206265 SA = 3,086 x 10^18 cm = 3,26 tahun cahaya

p = 1/d –> p dlm detik busur, dan d dlm parsec.

Dari pengamatan diperoleh bintang yg memiliki paralaks terbesar adalah bintang Proxima Centauri yaitu sebesar 0″,76. Dengan menggunakan persamaan di atas maka jarak bintang ini dari Mthr (yg berarti jarak bintang dgn Bumi) adalah 1,3 pc = 4,01 x 10^13 km = 4,2 tahun cahaya (yang berarti cahaya yg dipancarkan oleh bintang ini membutuhkan waktu 4,2 tahun untuk sampai ke Bumi). Sebarapa jauhkah jarak tersebut?? Bila kita kecilkan jarak Bumi – Mthr (150 juta km) menjadi 1 meter, maka jarak Mthr – Proxima Centauri menjadi 260 km!!! Karena sebab inilah bintang hanya terlihat sebagai titik cahaya walau menggunakan teleskop terbesar di observatorium Bosscha.

Sebenarnya ada beberapa cara lain untuk mengukur jarak bintang, seperti paralaks fotometri yg menggunakan kuat cahaya sebenarnya dari bintang. Kemudian cara paralaks trigonometri ini hanya bisa digunakan untuk bintang hingga jarak 200 pc saja. Untuk bintang2 yg lebih jauh, jaraknya dapat ditentukan dengan mengukur kecepatan bintang tersebut.


sumber: http://sidikpurnomo.net/jarak-bintang-dengan-metode-paralaks-trigonometeri.html

Boal Langit

Bola langit digunakan untuk menentukan posisi benda-benda langit sehingga memudahkan dalam pengamatan. Untuk keperluan itu, digunakan berbagai sistem koordinat bola langit.

Altitude – Azimuth

Misalkan seorang pengamat di bumi, dalam gambar bola langit posisi pada pusat bola. Bola langit terbagi menjadi 2 hemisphere oleh adanya horizon. Salah satu hemisphere tak terlihat karena terhalang horizon bumi.

Titik pada bola langit yang tepat berada diatas pengamat disebut zenith. Benda langit (misalnya pada posisi x) terlihat pada bagian hemisphere yang tampak, dan memiliki ketinggian sudut jika diukur dari horizon. Ketinggian ini disebut altitude. Busur antara benda langit dengan zenith disebut jarak zenith.

Misalkan altitude dinyatakan dengan a, dan jarak zenith dengan z

Selanjutnya, misalkan ditarik sebuah lingkaran besar dari Z, melintasi x, lalu berpotongan dengan lingkaran besar ekuator. Panjang busur yang diambil dari acuan arah utara (titik U) sampai ke perpotongan tadi disebut azimuth.

Penentuan posisi dengan altitude dan azimuth dapat digunakan untuk keperluan sehari-hari, misalnya mengetahui posisi terbit matahari pada saat ekuinoks, atau misalnya untuk memastikan kemana pandangan harus diarahkan untuk mengamati hilal pada hari tertentu.

Sistem Ekuatorial

Dalam pengamatan dengan alat bantu semacam teleskop, sistem koordinat yang biasa dipakai adalah sistem ekuatorial. Dudukan teleskop kebanyakan didesain ekuatorial untuk memudahkan dalam mengikuti track obyek yang diamati.

Ada 2 jenis sistem koordinat ini, yang satu menggunakan deklinasi dan sudut jam, sedang yang lainnya menggunakan deklinasi dan ascensiorecta. Sistem koordinat ini bergantung pada posisi lintang dan bujur mana pengamat di bumi berada.

Deklinasi – Sudut Jam

Yang dimaksud dengan deklinasi adalah jarak antara benda langit dengan garis ekuator langit. Pada gambar diatas, deklinasi adalah garis DX. Besarnya deklinasi sifatnya tetap, karena itu deklinasi ini dapat digunakan untuk memperkirakan posisi bintang yang terlihat oleh pengamat yang berada pada lintang berbeda-beda. Bintang dengan deklinasi 0o, terlihat oleh
pengamat di ekuator berada di zenith saat melintasi meridian. Oleh pengamat di lintang 30o, bintang yang sama berada di belahan langit selatan dengan altitude 60o saat melintasi meridian.

Pada gambar bola langit, sudut jam adalah sudut XAZ. Acuan pengukuran sudut jam adalah dari meridian pengamat ke meridian obyek. Benda langit yang berada di meridian pengamat disebut memiliki sudut jam 0h. Ketika baru terbit, sudut jam benda langit tersebut adalah – 6h, dan saat tenggelam + 6h.

Deklinasi – Ascensiorecta

Sistem ekuatorial ini digabungkan dengan lintasan semu matahari (ekliptika). Bidang ekliptika ini akan berpotongan dengan bidang ekuator langit, dan titik perpotongannya adalah pada titik ekuinoks. Pada gambar dibawah, titik vernal equinox (Aries) dinyatakan dengan simbol γ.

Ascensiorecta (Right Ascension – RA) adalah busur pada ekuator langit yang ditarik dari titik vernal equinox ke arah timur hingga ke meridian benda langit. Pada gambar dinyatakan dengan busur γC. Besarnya berkisar antara 0h – 24h atau setara dengan perputaran 360o.

Penggunaan RA adalah sebagai alternatif dari penggunaan sudut jam (Hour Angle – HA), karena besarnya HA tidak pernah tetap. Misalnya untuk penulisan katalog, posisi benda langit yang diberikan adalah posisi fixed, karena itu dipilihlah RA sebagai salah satu sumbu koordinat.

SUMBER ARTIKEL http://www.cosmicemission.wordpress.com

Gerhana Matahari Sebagian 4 Januari 2011

Di hari keempat di tahun yang baru ini, kita langsung disambut fenomena astronomi yang menakjubkan: Gerhana Matahari Sebagian (GMS). Gerhana ini akan berlangsung dari pukul 6.40 GMT (13.40 WIB) hingga 11 GMT (18 WIB). Namun sayangnya, GMS ini tidak dapat diamati dari Indonesia karena area yang dilalui oleh bayangan penumbra Bulan hanyalah di kawasan Eropa, Afrika bagian utara, dan sedikit Asia.

GMS 20110104 (Sumber: eclipse.org.uk)

GMS 20110104 (Sumber: eclipse.org.uk)

Gerhana Matahari Sebagian terjadi ketika Matahari, Bulan, dan Bumi membentuk satu garis lurus dan dalam konfigurasi yang sedemikian rupa sehingga hanya bayangan sekundernya saja yang jatuh di permukaan Bumi. Area yang terkena bayangan sekunder dari Bulan (disebut juga penumbra) inilah yang mengalami Gerhana Matahari Sebagian.

Animasi GMS 20110104 (Sumber: eclipse.org.uk)

Animasi GMS 20110104 (Sumber: eclipse.org.uk)

Negara pertama yang dapat melihat gerhana Matahari kali ini adalah Aljazair. Lalu Rusia, Kazakstan, Mongolia, dan Cina di bagian barat laut akan dapat mengamati Matahari terbenam dalam keadaan gerhana. Silakan lihat tautan ini untuk mencari daftar lengkap kota yang terkena akan dapat mengamati GMS kali ini

sumber: http://duniaastronomi.com/2011/01/gerhana-matahari-sebagian-4-januari-2011/

Mengukur Jarak Bintang Dengan Paralaks

Paralaks adalah perbedaan latar belakang yang tampak ketika sebuah benda yang diam dilihat dari dua tempat yang berbeda. Kita bisa mengamati bagaimana paralaks terjadi dengan cara yang sederhana. Acungkan jari telunjuk pada jarak tertentu (misal 30 cm) di depan mata kita. Kemudian amati jari tersebut dengan satu mata saja secara bergantian antara mata kanan dan mata kiri. Jari kita yang diam akan tampak berpindah tempat karena arah pandang dari mata kanan berbeda dengan mata kiri sehingga terjadi perubahan pemandangan latar belakangnya. “Perpindahan” itulah yang menunjukkan adanya paralaks.

Paralaks juga terjadi pada bintang, setidaknya begitulah yang diharapkan oleh pemerhati dunia astronomi ketika model heliosentris dikemukakan pertama kali oleh Aristarchus (310-230 SM). Dalam model heliosentris itu, Bumi bergerak mengelilingi Matahari dalam orbit yang berbentuk lingkaran. Akibatnya, sebuah bintang akan diamati dari tempat-tempat yang berbeda selama Bumi mengorbit. Dan paralaks akan mencapai nilai maksimum apabila kita mengamati bintang pada dua waktu yang berselang 6 bulan (setengah periode revolusi Bumi). Namun saat itu tidak ada satu orangpun yang dapat mendeteksinya sehingga Bumi dianggap tidak bergerak (karena paralaks dianggap tidak ada). Model heliosentris kemudian ditinggalkan orang dan model geosentrislah yang lebih banyak digunakan untuk menjelaskan perilaku alam semesta.

Paralaks pada bintang baru bisa diamati untuk pertama kalinya pada tahun 1837 oleh Friedrich Bessel, seiring dengan teknologi teleskop untuk astronomi yang berkembang pesat (sejak Galileo menggunakan teleskopnya untuk mengamati benda langit pada tahun 1609). Bintang yang ia amati adalah 61 Cygni (sebuah bintang di rasi Cygnus/angsa) yang memiliki paralaks 0,29″. Ternyata paralaks pada bintang memang ada, namun dengan nilai yang sangat kecil. Hanya keterbatasan instrumenlah yang membuat orang-orang sebelum Bessel tidak mampu mengamatinya. Karena paralaks adalah salah satu bukti untuk model alam semesta heliosentris (yang dipopulerkan kembali oleh Copernicus pada tahun 1543), maka penemuan paralaks ini menjadikan model tersebut semakin kuat kedudukannya dibandingkan dengan model geosentris Ptolemy yang banyak dipakai masyarakat sejak tahun 100 SM.

Setelah paralaks bintang ditemukan, penghitungan jarak bintang pun dimulai. Lihat ilustrasi di bawah ini untuk memberikan gambaran bagaimana paralaks bintang terjadi. Di posisi A, kita melihat bintang X memiliki latar belakang XA. Sedangkan 6 bulan kemudian, yaitu ketika Bumi berada di posisi B, kita melihat bintang X memiliki latar belakang XB. Setengah dari jarak sudut kedua posisi bintang X itulah yang disebut dengan sudut paralaks. Dari sudut inilah kita bisa hitung jarak bintang asalkan kita mengetahui jarak Bumi-Matahari.

Paralaks Dari Orbit

Dari geometri segitiga kita ketahui adanya hubungan antara sebuah sudut dan dua buah sisi. Inilah landasan kita dalam menghitung jarak bintang dari sudut paralaks (lihat gambar di bawah). Apabila jarak bintang adalah d, sudut paralaks adalah p, dan jarak Bumi-Matahari adalah 1 SA (Satuan Astronomi = 150 juta kilometer), maka kita dapatkan persamaan sederhana

tan p = 1/d

atau d = 1/p, karena p adalah sudut yang sangat kecil sehingga tan p ~ p.

Paralaks Bintang

Jarak d dihitung dalam SA dan sudut p dihitung dalam radian. Apabila kita gunakan detik busur sebagai satuan dari sudut paralaks (p), maka kita akan peroleh d adalah 206265 SA atau 3,09 x 10^13 km. Jarak sebesar ini kemudian didefinisikan sebagai 1 pc (parsec, parsek), yaitu jarak bintang yang mempunyai paralaks 1 detik busur. Pada kenyataannya, paralaks bintang yang paling besar adalah 0,76″ yang dimiliki oleh bintang terdekat dari tata surya, yaitu bintang Proxima Centauri di rasi Centaurus yang berjarak 1,31 pc. Sudut sebesar ini akan sama dengan sebuah tongkat sepanjang 1 meter yang diamati dari jarak 270 kilometer. Sementara bintang 61 Cygni memiliki paralaks 0,29″ dan jarak 1,36 tahun cahaya (1 tahun cahaya = jarak yang ditempuh cahaya dalam waktu satu tahun = 9,5 trilyun kilometer) atau sama dengan 3,45 pc.

Hingga tahun 1980-an, paralaks hanya bisa dideteksi dengan ketelitian 0,01″ atau setara dengan jarak maksimum 100 parsek. Jumlah bintangnya pun hanya ratusan buah. Peluncuran satelit Hipparcos pada tahun 1989 kemudian membawa perubahan. Satelit tersebut mampu mengukur paralaks hingga ketelitian 0,001″, yang berarti mengukur jarak 100.000 bintang hingga 1000 parsek. Sebuah katalog dibuat untuk mengumpulkan data bintang yang diamati oleh satelit Hipparcos ini. Katalog Hipparcos yang diterbitkan di akhir 1997 itu tentunya membawa pengaruh yang sangat besar terhadap semua bidang astronomi yang bergantung pada ketelitian jarak.


sumber: http://duniaastronomi.com/2009/05/mengukur-jarak-bintang-dengan-paralaks/#more-199